Ilmu
Tanpa Agama PincanG,
Agama
Tanpa Ilmu Buta
Oleh : Syarifuddin Syah
Shiddiq, S.Pd.I
الْحَمْدُ للهِ
الّذِيْ فَضَلَ بَنِى آدَمَ بِالْعِلْمِ وَالْعَمَلِ فِى الْعَالَمِ الصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلىَ سّيِّدِ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ سّيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَمَنِ اتَّبَعَ بِسُنَّتِهِ إِلىَ يَوْمِ
الْمِيْزَانِ، أَمّا بَعْدُ:
Ilmu
Tanpa Agama Pincang Agama Tanpa Ilmu
Buta
Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa antara agama dan ilmu sangatlah erat kaitanya karena orang
yang banyak ilmunya apabila tanpa ditopang oleh agama semua ilmu tidak akan
membawa kebaikan bagi umat manusia. Karena pada dasarnya, ilmu merupakan segala
sesuatu yang diketahui manusia. Sedangkan agama merupakan kumpulan keyakinan,
kepercayaan, hukum-hukum, dan etika-etika yang bertujuan untuk menyempurnakan
dan mengatur kehidupan manusia menuju kepada kebaikan di dunia dan akherat.
Ilmu
dapat membantu menyampaikan lebih lanjut ajaran agama kepada manusia.
Sebaliknya, agama dapat membantu memberikan jawaban terhadap masalah yang tidak
dapat dijawab oleh ilmu. Agama adalah
yang menentukan tujuan, dan ilmu hanya dapat diciptakan oleh mereka yang telah
terilhami oleh aspirasi terhadap kebenaran dan pemahaman. Sumber perasaan ini,
tumbuh dari wilayah agama.
Agama
berhubungan dengan Tuhan , ilmu berhubungan dengan alam, agama membersihkan
hati , ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan iman sedang ilmu diterima
dengan logika dan bersifat rasional, yaitu dapat dipahami dan diterima nalar.
Jadi, bisa di katakan bahwa
agama dan ilmu adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain ibarat nafas dan kehidupan, tiada kehidupan tanpa nafas demikian
juga tiada nafas tanpa kehidupan keduanya mempunyai peran masing-masing , namun
saling melengkapi dan saling mendukung satu dengan yang lain. Bila salah
satunya tidak ada, maka tidak akan ada kehidupan.
Ilmu tanpa Agama pincang,
Agama tanpa ilmu buta, Agama yang diterapkan dengan ilmu adalah mulia, sesuai dengan
apa yang telah tertulis dalam ayat al Qur’an,
bahwa tuntutan manusia dalam menempuh hidup di dunia ini adalah membaca
Dengan
membaca inilah, kita dapat membuka jendela dari pintu-pintu kesesatan ilmu.
Membaca bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, tetapi juga bukan sesuatu
yang mudah untuk dihilangkan. Orang yang sudah terbiasa dengan membaca, maka
sering kita jumpai mereka memiliki hobi untuk menulis.
Ilmu
itu dapat berkembang jika ada penerapannya. Jika suatu ilmu tidak diterapkan
dengan baik dan terarah, maka sudah tentu kita akan meragukan kebenaran dan
keberadaan ilmu tersebut. Tanpa adanya suatu landasan yang jelas, maka ilmu
tersebut jelas akan menjadi sesat. Hanya agama yang dapat membatasi akan
kebenaran dan keabsahan ilmu yang ada di dunia ini.
Dalam " Fataawa
Al-Syar'iyyah" Imam Syafi'i menjelaskan :
"لاَيَحِلُّ لأَحَدٍ أَن يُفْتِيَ فِي دِيْنِ اللهِ إِلاَّ
رَجُلاً عَارِفًا بِكِتَابِ اللهِ تَعَالَى، بَصِيْرًا بِحَدِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بَصِيْرًا بِاللُّغَةِ الْفُصْحِيْ وَالشِّعْرِ
الْجَيِّدِ، وَمَايَحْتَاجُ مِنْهُمَا فِيْ فَهْمِ الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ
.....فَإِذّا بَلَغَ هذِهِ الدَّرَةَ فَلَهُ أَنْ يُفْتِيَ فِيْ دِيْنِ اللهِ
تَعَالَى وَبَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ هَكَذَا فَلَيْسَ
لَهُ أَنْ يُفْتِيَ"
"Seseorang tidak boleh berfatwa
tentang agama Allah (Islam), kecuali seseorang yang 'arif dengan Al-Qur'an dan
memahami dengan baik hadits Rosuilllah SAW. Juga mengerti dan memahami Bahasa
arab yang baku (fushah) dan sya'ir yang baik. Juga hal-hal yang terkait dari
keduanya dalam memahami qur'an dan Sunnah…Jika seseorang suadah sampai pada tingkatan
ini, maka ia diperbolehkan untuk memeberikan fatwa tentang urusan Agama Allah,
jika ia tidak memmiliki ilmu-ilmu tersebut maka tidak dibenarkan baginya untuk
berfatwa"
Hal ini menunjukan bahwa Ilmu
memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan agama, jangan pernah berbicara agama terlebih memberikan
hukum terkait dengan agama jika tidak memiliki keluasan ilmu, kalau sudah
berilmu maka silahkan berbicara agama
Berhubungan
dengan dan mengenai agama, tentu tidak bisa lepas dari masalah Ketuhanan,
dimana kelompok agamawan meyakini-Nya sebagai serba supra natural yang
mempunyai kekuasaan “supra” atau “Maha” baik dalam sifat dan
kehendak. Perlu kita sadari bahwa “The God is Great
Creator” , Allah adalah Maha Pencipta, yang tiada tandingannya
atau sekutu dari apapun. Begitu besarnya ciptaan Allah, sesuai dengan firmanNya
dalam Q.S. Yasin: 82 disebutkan bahwa “Apabila Dia (Allah)
menghendaki sesuatu hanyalah bersabda kepadanya: kun fayakun yang artnya “jadilah” maka terjadilah ia”.
Berkaitan
dengan hal tersebut, sudah jelas bahwa ilmu tidak bisa lepas dari Tuhan, dan
Tuhan tidak bisa lepas dari agama. Sehingga, hubungan yang sangat erat antara
Ilmu, Agama dan Tuhan merupakan kesatuan yang menjadikan hakikat Ilmu akan
memilki keabsahan yang kuat serta memilki kebenaran yang hakiki.
Ilmu
tanpa agama adalah sesat, Agama tanpa ilmu adalah buta, Agama yang diterapkan
dengan ilmu adalah mulia. Sesuai dengan apa yang telah tertulis dalam ayat al
Qur’an, bahwa tuntutan manusia dalam menempuh hidup di
dunia ini adalah membaca [QS. Al-Baqarah: 1-5]. Dengan membaca inilah, kita
dapat membuka jendela dari pintu-pintu kesesatan ilmu. Membaca bukan sesuatu
yang mudah untuk dilakukan, tetapi juga bukan sesuatu yang mudah untuk
dihilangkan. Orang yang sudah terbiasa dengan membaca, maka sering kita jumpai
mereka memiliki hobi untuk menulis.
Ilmu
itu dapat berkembang jika ada penerapannya. Jika suatu ilmu tidak diterapkan
dengan baik dan terarah, maka sudah tentu kita akan meragukan kebenaran dan
keberadaan ilmu tersebut. Tanpa adanya suatu landasan yang jelas, maka ilmu
tersebut jelas akan menjadi sesat. Hanya agama yang dapat membatasi akan
kebenaran dan keabsahan ilmu yang ada di dunia ini.
“MENGENAL ALLAH
ITU ADALAH KEHARUSAN, MENCARI ILMU ITU ADALAH KEWAJIBAN, DAN MENERAPKAN ILMU
YANG BERDASARKAN TUNTUNAN AGAMA ALLAH HARUS DIWAJIBKAN”.
Semoga kita senantiasa
mengamalkan Ilmu yang kita dapat dengan sebaik-baiknya. Selamat
"bercinta" dengan ilmu!
Komentar