DAMPAK BURUK
AKIBAT PERBUATAN MAKSIAT
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ - : " إِذَا أَذْنَبَ الْعَبْدُ
نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ ، فَإِنْ تَابَ صُقِلَ مِنْهَا ، فَإِنْ عَادَ
زَادَتْ حَتَّى تَعْظُمَ فِي قَلْبِهِ ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ
- عَزَّ وَجَلَّ - ( كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ (" .
S
|
eorang mukmin jika berbuat satu
dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertobat
dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa
lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang
disebut-sebut Allah dalam ayat, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa
yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (HR Tarmidzi)
Apakah akibat yang menimpa diri
kita jika kita melakukan maksiat? Ibnu Qayyim Al-Jauziyah telah meneliti
tentang hal ini. Menurutnya, ada 22 akibat yang akan menimpa diri kita. Karena
itu, renungkahlah, wahai orang-orang yang berakal!
Akibat yang pertama
adalah maksiat akan menghalangi diri kita untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (حُرْماَنُ
الْعٍلْمِ)
Ilmu adalah cahaya yang
dipancarkan ke dalam hati. Tapi ketahuilah, kemaksiatan dalam hati kita dapat
menghalangi dan memadamkan cahaya itu. Suatu ketika Imam Malik melihat
kecerdasan dan daya hafal Imam Syafi’i yang luar biasa. Imam Malik berkata,
“Aku melihat Allah telah menyiratkan dan memberikan cahaya di hatimu, wahai
anakku. Janganlah engkau padamkan cahaya itu dengan maksiat.”
Imam Malik menunjukkan kepada
kita bahwa pintu ilmu pengetahuan akan tertutup dari hati kita jika kita
melakukan maksiat.
Akibat yang kedua
adalah maksiat akan menghalangi Rezeki حُرْمَانُ
الرِزْقِ))
Jika ketakwaan adalah penyebab
datangnya rezeki, maka meninggalkan ketakwaan berarti menimbulkan kefakiran.
Rasulullah saw. pernah bersabda, “Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa
yang diperbuatnya.” (HR. Ahmad)
Karena itu, kita harus meyakini
bahwa takwa adalah penyebab yang akan mendatangkan rezeki dan memudahkan rezeki
kita. Jika saat ini kita merasakan betapa sulitnya mendapatkan rezeki Allah,
maka tinggalkan kemaksiatan! Jangan kita penuhi jiwa kita dengan debu-debu
maksiat.
Akibat ketiga,
maksiat membuat kita berjarak dengan Allah.
Diriwayatkan ada seorang
laki-laki yang mengeluh kepada seorang arif tentang kesunyian jiwanya. Sang
arif berpesan, “Jika kegersangan hatimu akibat dosa-dosa, maka tinggalkanlah
perbuatan dosa itu. Dalam hati kita, tak ada perkara yang lebih pahit daripada
kegersangan dosa di atas dosa.”
Akibat maksiat yang keempat
adalah kita akan punya jarak dengan orang-orang baik.
Semakin banyak dan semakin berat
maksiat yang kita lakukan, akan semakin jauh pula jarak kita dengan orang-orang
baik. Sungguh jiwa kita akan kesepian. Sunyi. Dan jiwa kita yang gersang tanpa
sentuhan orang-orang baik itu, akan berdampak pada hubungan kita dengan
keluarga, istri, anak-anak, dan bahkan hati nuraninya sendiri. Seorang salaf
berkata, “Sesungguhnya aku bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya
pada perilaku binatang (kendaraan) dan istriku.”
Akibat kelima, maksiat
membuat sulit semua urusan kita( تَعْسِيْرُ
أُمُوْرِه)
Jika ketakwaan dapat memudahkan
segala urusan, maka kemaksiatan akan mempesulit segala urusan pelakunya.
Ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah gelap gulita. Ibnu Abbas r.a.
berkata, “Sesungguhnya perbuatan baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah dan
cahaya pada hati, kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, perbuatan buruk itu
mengundang ketidakceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di hati,
kelemahan badan, susutnya rezeki dan kebencian makhluk.”
Jika kita gemar bermaksiat, semua
urusan kita akan menjadi sulit karena semua makhluk di alam semesta benci pada
diri kita. Air yang kita minum tidak ridha kita minum. Makanan yang kita makan
tidak suka kita makan. Orang-orang tidak mau berurusan dengan kita karena
benci.
Akibat keenam,
maksiat melemahkan hati dan badan (أَنَ المَعاَ
صِي تُوْهِن القَلْب و الْبَدَنَ
Kekuatan seorang mukmin terpancar
dari kekuatan hatinya. Jika hatinya kuat, maka kuatlah badannya. Tapi pelaku
maksiat, meskipun badannya kuat, sesungguhnya dia sangat lemah. Tidak ada
kekuatan dalam dirinya.
Lihatlah bagaimana menyatunya
kekuatan fisik dan hati kaum muslimin pada diri generasi pertama. Para sahabat
berhasil mengalahkan kekuatan fisik tentara bangsa Persia dan Romawi padahal
para sahabat berperang dalam keadaan berpuasa!
Akibat maksiat yang ketujuh
adalah kita terhalang untuk taat(حُرْماَن الطاَعَةِ)
Orang yang melakukan dosa dan
maksiat cenderung untuk tidak taat. Orang yang berbuat masiat seperti orang
yang satu kali makan, tetapi mengalami sakit berkepanjangan. Sakit itu
menghalanginya dari memakan makanan lain yang lebih baik. Begitulah. Jika kita
hobi berbuat masiat, kita akan terhalang untuk berbuat taat.
Maksiat memperpendek umur dan
menghapus keberkahanأنَ المَعاَ صِي تَقْصرُ
العُمْرَ وبرَكَتُهُ
Ini akibat maksiat yang kedelapan. Pada
dasarnya, umur manusia dihitung dari masa hidupnya. Padahal, tidak ada
kehidupan kecuali jika hidup itu dihabiskan untuk ketaatan, ibadah, cinta, dan
dzikir kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya.
Jika usia kita saat ini 40 tahun.
Tiga per empatnya kita isi dengan maksiat. Dalam kacamata iman, usia kita tak
lebih hanya 10 tahun saja. Yang 30 tahun adalah kesia-siaan dan tidak memberi
berkah sedikitpun. Inilah maksud pendeknya umur pelaku maksiat.
Sementara, Imam Nawawi yang hanya
diberi usia 30 tahun oleh Allah swt. Usianya begitu panjang. Sebab, hidupnya
meski pendek namun berkah. Kitab Riyadhush Shalihin dan Hadits Arbain yang
ditulisnya memberinya keberkahan dan usia yang panjang, sebab dibaca oleh
manusia dari generasi ke generasi hingga saat ini dan mungkin generasi yang
akan datang.
Akibat kesembilan,
maksiat menumbuhkan maksiat lainان المَعاصِي تَزْرَع
أَمْثالها) )
Seorang ulama salaf berkata, jika
seorang hamba melakukan kebaikan, maka hal tersebut akan mendorongnya untuk
melakukan kebaikan yang lain dan seterusnya. Dan jika seorang hamba melakukan
keburukan, maka dia pun akan cenderung untuk melakukan keburukan yang lain
sehingga keburukan itu menjadi kebiasaan bagi pelakunya.
Karena itu, hati-hatilah,
Saudaraku. Jangan sekali-kali mencoba berbuat maksiat. Kalian akan ketagihan
dan tidak bisa lagi berhenti jika sudah jadi kebiasaan!
Maksiat mematikan bisikan hati
nurani (ضْعِفُ القَلْبَ)
Ini akibat berbuat maksiat yang kesepuluh.
Maksiat dapat melemahkan hati dari kebaikan. Dan sebaliknya, akan menguatkan
kehendak untuk berbuat maksiat yang lain. Maksiat pun dapat memutuskan
keinginan hati untuk bertobat. Inilah yang menjadikan penyakit hati paling
besar: kita tidak bisa mengendalikan hati kita sendiri. Hati kita menjadi liar
mengikuti jejak maksiat ke maksiat yang lain.
Jika sudah seperti itu, hati kita
akan melihat maksiat begitu indah. Tidak ada keburukan sama sekali ((أَنْ يَنْسَلِخَ مِنَ القَلْبِ إسْتٌقْبَاحُها
Itulah akibat maksiat yang kesebelas.
Tidak ada lagi rasa malu ketika berbuat maksiat. Jika orang sudah biasa berbuat
maksiat, ia tidak lagi memandang perbuatan itu sebagai sesuatu yang buruk.
Tidak ada lagi rasa malu melakukannya. Bahkan, dengan rasa bangga ia
menceritakan kepada orang lain dengan detail semua maksiat yang dilakukannya.
Dia telah menganggap ringan dosa yang dilakukannya. Padahal dosa itu demikian
besar di mata Allah swt.
Para pelaku maksiat yang seperti
itu akan menjadi para pewaris umat yang pernah diazab Allah swt.
Ini akibat kedua belas
yang menimpa pelaku maksiat. ميْراَثٌ عَن ْ أُمَةٍ منَ الأُمَمِ التِي
أهْلَكَهاَ اللهُ
Homoseksual adalah maksiat
warisan umat nabi Luth a.s. Perbuatan curang dengan mengurangi takaran adalah
maksiat peninggalan kaum Syu’aib a.s. Kesombongan di muka bumi dan menciptakan
berbagai kerusakan adalah milik Fir’aun dan kaumnya. Sedangkan takabur dan
congkak merupakan maksiat warisan kaum Hud a.s.
Dengan demikian, kita bisa
simpulkan bahwa pelaku maksiat zaman sekarang ini adalah pewaris kaum umat
terdahulu yang menjadi musuh Allah swt. Dalam musnad Imam Ahmad dari Ibnu Umar
disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu
kaum, maka dia termasuk golongannya.” Na’udzubillahi min dzalik! Semoga kita
bukan salah satu dari mereka.
Akibat berbuat maksiat yang ketiga
belas adalah maksiat menimbulkan kehinaan dan mewariskan kehinadinaan
((أن َ الْمَعْصِيةَ سَبَبٌ لِهَوانِ العَبْد وَسُقُوطُه
مِن عَيْنِهِ
Kehinaan itu tidak lain adalah
akibat perbuatan maksiat kepada Allah sehingga Allah pun menghinakannya. “Dan
barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya.
Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj:18). Sedangkan
kemaksiatan itu akan melahirkan kehinadinaan. Karena, kemuliaan itu hanya akan
muncul dari ketaatan kepada Allah swt. “Barang siapa yang menghendaki
kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu….” (Al-Faathir:10). Seorang Salaf
pernah berdoa, “Ya Allah, anugerahilah aku kemuliaan melalui ketaatan
kepada-Mu; dan janganlah Engkau hina-dinakan aku karena aku bermaksiat
kepada-Mu.”
Akibat keempat belas,
maksiat merusak akal kita اِنَ اْلمَعَاصِي تُفْسِدُ الْعَقْلَ))
Tidak mungkin akal yang sehat
lebih mendahulukan hal-hal yang hina. Ulama salaf berkata, seandainya seseorang
itu masih berakal sehat, akal sehatnya itu akan mencegahnya dari kemaksiatan
kepada Allah. Dia akan berada dalam genggaman Allah, sementara malaikat
menyaksikan, dan nasihat Al-Qur’an pun mencegahnya, begitu pula dengan nasihat
keimanan. Tidaklah seseorang melakukan maksiat, kecuali akalnya telah hilang!
Akibat kelima belas,
maksiat menutup hati.
Allah berfirman, “Sekali-kali
tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati
mereka.” (Al-Muthaffifiin:14). Imam Hasan mengatakan hal itu sebagai dosa yang
berlapis dosa. Ketika dosa dan maksiat telah menumpuk, maka hatinya pun telah
tertutup.
Akibat keenam belas,
pelaku maksiat mendapat laknat Rasulullah saw.
Saudaraku sekalian, Rasulullah
saw. melaknat perbuatan maksiat seperti mengubah petunjuk jalan, padahal
petunjuk jalan itu sangat penting (HR Bukhari); melakukan perbuatan homoseksual
(HR Muslim); menyerupai laki-laki bagi wanita dan menyerupai wanita bagi
laki-laki; mengadakan praktik suap-manyuap (HR Tarmidzi), dan sebagainya.
Karena itu, tinggalkanlah semua itu!
Akibat ketujuhbelas,
maksiat menghalangi syafaat Rasulullah dan Malaikat.
Kecuali, bagi mereka yang
bertobat dan kembali kepada jalan yang lurus. Allah swt. berfirman,
“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di
sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta
memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman seraya mengucapkan: ‘Ya Tuhan
kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan
kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah
mereka dari siksaan neraka yang menyla-nyala. Ya Tuhan kami, dan masukkanlah
mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan
orang-orang yang shalih d iantara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan
keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan.” (Al-Mukmin: 7-9)
Akibatkedelapanbelas,maksiat
melenyapkan rasa malu.
Padahal, malu adalah pangkal
kebajikan. Jika rasa malu telah hilang dari diri kita, hilangkah seluruh
kebaikan dari diri kita. Rasulullah bersabda, “Malu itu merupakan kebaikan
seluruhnya. Jika kamu tidak merasa malu, berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Akibat kesembilan belas,
maksiat yang kita lakukan adalah bentuk meremehkan Allah.
Jika kita melakukan maksiat,
disadari atau tidak, rasa untuk mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari
hati kita. Ketika kita bermaksiat, kita sadari atau tidak, kita telah
menganggap remeh adzab Allah. Kita mengacuhkan bahwa Allah Maha Melihat segala
perbuatan kita. Sungguh ini kedurhakaan yang luar biasa!
Maksiat memalingkan perhatian
Allah atas diri kita. Ini akibat yang kedua puluh.
Allah akan membiarkan orang yang
terus-menerus berbuat maksiat berteman dengan setan. Allah berfirman, “Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang
yang fasik.” (Al-Hasyir: 19)
Maksiat melenyapkan nikmat dan
mendatangkan azab. Ini akibat yang kedua puluh satu.
Allah berfirman,
1) وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa
kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Ali r.a. berkata, “Tidaklah turun
bencana melainkan karena dosa. Dan tidaklah bencana lenyap melainkan karena
tobat.” Karena itu, bukankah sekarang waktunya bagi kita untuk segera bertobat
dan berhenti dari segala maksiat yang kita lakukan?
Dan akibat yang terakhir, yang kedua
puluh dua, maksiat memalingkan diri kita dari sikap istiqamah.
Kita hidup di dunia ini
sebenarnya bagaikan seorang pedagang. Dan pedagang yang cerdik tentu akan
menjual barangnya kepada pembeli yang sanggup membayar dengan harga tinggi.
Siapakah yang sanggup membeli
diri kita dengan harga tinggi selain Allah? Allah-lah yang mampu membeli diri
kita dengan bayaran kehidupan surga yang abadi. Jika seseorang menjual dirinya
dengan imbalan kehidupan dunia yang fana, sungguh ia telah tertipu! (syarifsyach@gmail.com)
Komentar